Minggu, 11 Desember 2011

SK Gubernur Maluku Rugikan Masyarakat Hutan

 SK Gubernur Maluku tahun 2007, terkait dengan harga kayu kelas 1 seperti  lenggua dan lainnya dihargai Rp 25.000 -/kubik, sementara kayu kelas 2 yakni kayu besi dan sejenisnya hanya dihargai Rp 10.000 -/kubik.  Harga tersebut dibayarkan kepada masyarakat sebagai pemilik tanah yang merupakan hak ulayat mereka.  Sementara  pengusaha yang mendapat ijin pengelolaan hutan kemudian melakukan penebangan dan menjual kayu tersebut dengan harga yang berlipat ganda dari harga yang dibeli di masyarakat, yakni mencapai jutaan rupiah -/kubik,  Keputusan tersebut  sangat merugikan masyarakat adat di maluku, terutama masyarakat yang tersebar di wilayah Seram, Buru, Yamdena dan pulau-pulau lainnya. Keputusan gubernur  pemerintah propinsi sangat menguntungkan kepentingan pemodal dan justru tidak menghargai hak-hak masyarakat adat yang selama ini telah menjadi  benteng penyelamatan lingkungan dan hutan yang ada di Maluku. Dari hasil investigasi teman-teman anggota telapak Maluku  di wilayah pengunungan Salahutu, Maluku Tengah justru terjadi penebangan kayu yang tidak mengindahkan unsur-unsur penyelamatan lingkungan, misalnya  harus memenuhi  radius 200 meter antara bibir sungai dengan kawasan hutan, namun kenyataanya penebangan terus terjadi.

Dari diskusi teman-teman anggota telapak Maluku ada beberapa kesepakatan dari diskusi tersebut: secara taktis kita sepakat menolak dan agar segera di cabut SK gubernur  tersebut dan secara strategis teman-teman anggota telapak Maluku akan melakukan identifikasi terhadap 32 H. Lahan hutan di bawah pengelolaan dinas kehutanan pemerintah propinsi Maluku. Kemudian akan melakukan investigasi secara jauh terhadap praktek-praktek penebangan hutan di 32 H. lahan tersebut. Serta nantinya akan melakukan diskusi-diskusi  dengan melibatkan berbagai pihak untuk mendorong adanya kebijakan kehutanan di Maluku yang lebih menjaga keberadaan hutan adat dan masyarakatnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar